Rabu, 08 Mei 2019

Hari Ketiga

Gimana puasanya? Masih kuat?

Oke, kali ini mari kita membincangkan khusyuk.

Kalau merujuk ke KBBI, khusyuk bisa diartikan penuh penyerahan dan kebulatan hati; sungguh-sungguh; kerendahan hati.

Lantas, bagaimana sebenarnya khusyuk dalam konteks ibadah?

Sholat, misalnya. Dimensi khusyuk seseorang pasti berbeda-beda. Meski semua rukun dan syarat sah sholat terpenuhi, belum tentu seseorang sama dalam hal kekhusyukan, kan?

Salah seorang guru saya pernah mengajarkan, kiat yang paling sederhana salah satunya adalah mengetahui arti setiap bacaan sholat.

Contohnya, mengetahui makna dari surat Al-Fatihah.

Tahu arti dari bacaan saat duduk tahiyat dan seterusnya.

Dengan begitu, kata guru saya tadi, seseorang akan menyelami makna terdalam hingga menggapai level khusyuk yang hudhurul qalbi wa sukunul jawarih, hadirnya hati dan tenang tedunya inderawi.

Sumber disini
Kita memang tidak akan selamanya khusyuk. Tapi, upaya untuk itu perlu digalakkan.

Khusyuk juga bisa bermakna fokus pada satu. Orang bekerja yang tidak fokus, bisa jadi karena ia belum khusyuk dalam kerjaan.

Misalnya, para pemain Liverpool yang sangat khusyuk melakukan pressing kepada pemain Barcelona  di Liga Champion 2019 hingga skor akhir 4-0.

Jadi, sudah khusyukkah kita dalam setiap perbuatan?

Makassar, 08 Mei 2019

Selasa, 07 Mei 2019

Hari Kedua

Sebelum membaca, mari berdoa untuk tragedi kemanusiaan yang menimpa saudara kita di Palestina.

Ya, hari kedua enaknya bicara tentang apa ya?

Tadi siang sebenarnya sudah ada ide di kepala tentang imsak.

Dalam bulan puasa, jamak kita dengar kata tersebut. Entah jadwal imsak. Atau pertanyaan orang yang telat bangun sahur.
"Udah imsak belum?"

Imsak secara terminologi berarti menahan. Dalam konteks yang lebih luas, ia dimaknai sebagai tanda dimulainya waktu menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa hingga tiba waktu berbuka.

Ulama juga banyak bersilang pendapat tentang waktu imsak. Tapi yang umum dipakai di Indonesia adalah perkiraan waktu kurang lebih 10 menit sebelum waktu sholat subuh. Yang penting bukan ulama-ulamaan yang sering menebar kebencian ya.

Ada juga orang yang memulai berpuasa sejak adzan subuh dikumandangkan. Salah ga? Ya, kalau mereka punya dalil kuat, why not?

Dalam hal menahan, kita bisa menjelajahi apa saja yang perlu kita tahan.

Menahan kebutuhan biologis seperti makan, minum dan berhubungan sex serta menebar hoax dan fitnah adalah hal yang biasa. Yang luar biasa adalah menyelami makna puasa itu sendiri.

Kita berlatih (atau sedang mencoba berlatih) menahan diri.

Dimensi orang berpuasa tentu berbeda. Motifnya pun beragam. Anda yang lebih tahu apa niat berpuasa.

Bagi saya pribadi, bulan Ramadan adalah sarana belajar. Menempa diri. Mengetahui jati diri.

Terlepas dari budaya konsumtif kita yang mendominasi, puasa akan tetap berlalu bagi setiap orang.

Kita berpuasa seharian, tapi balas dendam setelah maghrib.
Kita mengaji berlembar banyaknya, tapi menggunjing orang tak pernah lepas.
Kita belajar sepanjang waktu, tapi amalan ilmu itu tak pernah ada.

Paradoks memang. Seolah dua hal yang kontras.

Siang kelaparan, malam kelalapan.
Siang sholeh, malam salah.
Siang alim, malam lalim.

Sembari menahan diri dari flash sale e-commerce yang meracuni, mari kembali merenungi hakikat berpuasa yang tidak hanya berhenti pada kata menahan.

Semoga, kita yang menjadi controller akan nafsu kita.

Selamat menanti saat berbuka puasa.

Makassar, 07 Mei 2019.

Senin, 06 Mei 2019

Hari Pertama

Fiuhhh.

Setelah ratusan purnama, akhirnya saya membuka blog, lalu mulai menulis apa saja tentang Ramadhan.

Ya, puasa kali ini, hampir mirip dengan apa yang kamu rasakan beberapa tahun terakhir. 

Baiknya, dari mana kita memulai?

Hmm, menurut saya, kita mulai berdamai dengan diri. Mengenali apa yang sebenarnya bergejolak dalam diri? Hasrat seperti apa?

Jangan-jangan, keinginan untuk mencaci orang lain masih ada. Keinginan untuk menyerang pendukung capres lain. Keinginan untuk membeli saat gaji belum cair. Keinginan untuk balikan dengan mantan yang sudah mapan.

Semakin kita mengenali keinginan tersebut, semakin besar potensi untuk menahan godaan es buah dan pisang ijo tersebut. 
Pisang Ijo


Sehingga, jihad terbesar bukanlah yang berperang mengangkat senjata atau berkampenye meraup suara, melainkan bagaimana meredam gejolak nafsu buruk yang bisa saja melukai orang lain bahkan diri sendiri.

Di bulan yang penuh berkah ini, mari songsong dengan semangat memendam keinginan menyicipi takjil yang berada diluar jangkauan tangan. 

Ingat, pilihlah yang terdekat. Berhenti sebelum kenyang.

Makassar, 06 Mei 2019