Selasa, 22 September 2015

Cantik dan seksinya mahasiswi

Siang tadi, saya menyempatkan diri untuk datang lebih awal ke himpunan (sekretariat mahasiswa). Beberapa buku dan catatan kosong ikut serta di jok motor. Setelah tiba di parkiran sastra, yang cukup lengang padahal ini masih hari Selasa, saya berjalan menuju koridor.

Makassar sedang terik, mungkin pakai banget. Di dalam himpunan yang dominan bercat biru, saya mendapati mahasiswi yang asyik berkumpul di sudut ruangan. Salah satunya masih memegang cermin, lalu buru-buru meletakkannya saat saya menegur, "sudah cantik kok". Entah apa yang mereka gosipkan. Tak lama, beberapa dari mereka meninggalkan himpunan. Ada jadwal kuliah katanya.

Lalu, datanglah rombongan lain. Tanpa banyak isyarat, mereka duduk melantai dan mengeluarkan lembaran-lembaran terlihat seperti tugas. Benar saja, saya mencoba melihat salah satu tugas mereka dan itu adalah Reed Kellogg Diagram. Ada dua puluhan nomor. Kerjanya santai aja ya. Kan sudah ada contohnya di tengah lingkaran kalian. :p 

Ada pula seorang mahasiswi yang sedang asyik dengan serial "One Piece". Sejak saya mengetik soal-soal IELTS Writing Task 2 hingga liputan ini (berita kali ya?) diselesaikan, ia sudah berganti tiga tempat dengan gaya duduk yang juga bervariasi. Sambil tertawa sendiri menatap layar, ia disela oleh mahasiswi yang baru saja datang dengan tote bag hitam dan rambut diurai dan melingkar earphone di lehernya serta menenteng buku "Tonggak-Tonggak Pemikiran Ekonomi" (if I'm not wrong).

"Eh, kamu sudah lihat dan baca kematerian di grup Facebook?"
"Udah sih. Lumayan banyak ya. Aku sudah baca tentang John Smith."
"Iya, itu juga udah. Terus, harus baca Das Kapital-nya Marx."
"Oke deh."

Hmmmm. What a beautiful mind. 

Ya, dua mahasiswi yang cantik dan semakin memperkuat argumen saya bahwa: kecantikan dan keseksian perempuan bukan dari fisik, tapi dari isi kepalanya.

Himpunan cukup adem karena perempuan-perempuan disini tak disesaki oleh dempul dan wewangian, tetapi buku dan diskusi intelektual. 

Makassar, UNHAS dan mahasiswinya. 22 September 2015 waktu himpunan.

*ini suasana my writing class tadi sore.

Selasa, 01 September 2015

Ber-(ubah)-namo

Siang kemarin, dengan suhu yang cukup terik, saya baru tiba di tempat saya mengajar. It's already late at all. Setelah meletakkan helm disamping rak sepatu, membuka jaket, lalu berjalan menuju lantai atas. Nah, tepat di kelas tengah, saya menemukan (barang kali ditemukan :p), maksud saya menjumpai salah seorang student yang kini dengan busana sedikit berbeda. Ia, kini, sudah mengenakan kerudung.

Nah, selepas maghrib, Aafiyah (panggilan namanya), kami berbincang tentang penampilan barunya. Disampingnya, duduk sahabat satu jurusannya sewaktu masih kuliah. Lalu, mulailah saya dengan pertanyaan sederhana, "apa sebenarnya definisi kecantikan bagi perempuan?"

Sesaat, dua perempuan ini terdiam lalu saling memandang. Saya menduga, mereka ingin mengucap satu dua kata tapi suara seperti enggan keluar dari mulut mereka. Hingga akhirnya, hanya senyum yang mampu mereka lakukan sebagai jawaban akhir. Saya pun menjawab sendiri pertanyaan itu.

"Bagi saya, kecantikan perempuan itu tidak didasarkan dari tampilan fisik semata. Perempuan cantik jangan dilihat hanya dari wajahnya yang bersih, kulitnya yang mulus nan putih, tubuh yang langsing, rambut panjang hitam terurai, hingga mempunyai lesung di pipi. Jelas bukan tolak ukur yang fair. Karena, apa yang bisa dicap oleh indera akan cepat berlalu dan sirna."

"Contoh, cantik itu dilihat oleh mata. Dan secara fitrah manusia menyukai keindahan. Mulus diraba dengan tangan. Wangi dibau oleh hidung. Dan seterusnya. Sehingga, definisi kecantikan perlulah didasarkan dari perilaku yang santun, wawasan yang luas, serta ilmu yang dalam. Bukankah perempuan akan menjadi ibu bagi anak-anaknya kelak?"

Aafiyah dan Dian mengangguk. Entah itu pertanda setuju atau faham, entahlah. 

Di akhir diskusi, sebelum mereka berdua hendak berpamitan pulang, saya sampaikan, bahwa berubah menjadi pribadi yang lebih baik itu adalah pilihan. Kita tak pernah tahu sampai kapan kita hidup. Tapi, kita bisa menetukan, kapan kita memulai sebuah proses menuju "kecantikan yang abadi"

Bukankah Tuhan indah dan menyukai keindahan?

Hai

Hai
Saat jarak hanya terbentang ribuan kilometer
Terkadang, rindu menjadi media
Komunikasi dua hati

Hai
Bolehkah aku menyapa pagi
Yang bersinar di ufuk timur
Membawa hangat 
Bagi jiwa yang terbujur dingin

Hai
Yang indah dipandang
Sedap dilihat
Kau tahu,
Senyummu mendekatkan yang jauh

Hai
Tak ada yang lebih tersiksa 
Daripada rindu seorang pengembara
Pada cinta yang lama ia damba
Lalu, ketika tiba pada suatu masa
Bertemu belahan jiwa
Adalah awal nikmatnya surga

Hai
Pemilik segala cinta
Dan utama dicinta
Engkaulah pemilik rasa
Maha memutarbalikkan hati
Dekaplah kami
Sehingga cinta mengalahkan seluruh benci