Rabu, 14 Oktober 2015

Sssttt, ini masih rahasia

Segala puji terucap untuk Ilahi.

Entah harus kumulai dari mana. Tepat tanggal 13 Oktober 2015 yang bersamaan dengan akhir bulan Hijriyah 1436, rombongan keluarga berangkat menuju rumah keluarga perempuan. Ya, prosesi lamaran yang di Bugis-Makassar biasa disebut Mappettu Ada'. Disitu pula, ditetapkan tanggal dan hari akad nikah dan walimah (resepsi pernikahan). Untuk undangan, tunggu ya...

Ah, jodoh. Kadang ia semisterius itu. Entah kapan dan dimana, Tuhan selalu punya kehendak. Sekuat apapun kau menolak, sekeras apapun kau berusaha, selalu ada hal yang berada diluar nalar. Tengok saja postingan di media sosial yang meminta pak presiden untuk menanggulangi asap. Tak sedikit meminta beliau mencarikan tambatan hati. Kadang kamu lucu ya bro.

Bagi saya, diam bukanlah emas, selamanya. Terkadang, kita harus menyusun strategi. Bagi mereka yang menganggap pernikahan adalah menang dan kalah, emang ini perlombaan 17-an? Bukan toh? Ada pula yang berkata, diam-diam memberi kejutan. Kalau ini, yah, saya sepakat lah.

Oh ya, setiap cinta punya cerita. Layaknya kekasih yang sedang memintal kisah. Ah, kisah saya terlalu pilu. Tak usah kamu tahu, cukup aku dan ehem, ya, sesorang itu. Maaf kalau ngelantur. Lupa kalau ini sudah memasuki waktu Indonesia bagian tengah resah. Hahaha.

Selamat memperingati Tahun Baru 1 Muharram 1437 Hijriyah. Semoga Desember menjadi indah. Karena kamu. Karena kita. Karena cinta.

Selamat malam mblo...! 





Selasa, 06 Oktober 2015

Belajar dan Yang Berjiwa Muda

Dengan nama Tuhan Pemilik Semesta Alam

Lebaran Idul Adha telah lewat. Hewan-hewan qurban sudah disembelih. Darah-darahnya telah kering di atas tanah yang sedang dilanda kemarau. Lalu, apa yang tersisa dari kita? Hhmmm. Beberapa, ada yang meningkat badannya dalam angka di timbangan. Ada pula yang mengalami pengalaman pertama berqurban sendiri. Dan masih banyak yang jomblo.

Minggu-minggu ini semua seakan lebih banyak yang harus dikerjakan. Banyak yang mengeluh, dan tak sedikit yang bersyukur. Saya? Mengeluh tak menyelesaikan masalah sedang kita masih bermandi peluh. Mending fokus mengajar dan rencana-rencana kedepan. 

Malam ini, saya baru saja mengajar di perumahan dosen. Yang saya ajar, adalah dosen-dosen yang kebanyakan mengajar di antroplogi, sosiologi, dan sisanya di arsitektur. Mereka adalah orang-orang hebat dengan latar belakang ilmu yang cukup mengesankan. Minggu lalu saja, kami sempat membicarakan dan membahas tentang budaya. Nusantara memang kaya dengan budaya lokalnya. Tak lupa, kami juga berdiskusi tentang manusianya. 

Kembali ke pengajaran, sebagai pengajar muda, saya merasa masih kurang dalam pengalaman dan ilmu. Tapi, itu tidak menutup kemungkinan untuk mencoba metode-metode baru dalam pengajaran. Misalnya, cara saya mengajar di tempat les, saya coba terapkan saat mengajar di kampus, meski hanya sebagai asisten dosen. Memulai dan menutup kelas dengan berdoa adalah contoh kecil. 

Dulu, saat mahasiswa, saya sangat menyukai kelas yang pengajarnya tidak melakukan intervensi terhadap mahasiswa. Dan ini saya lakukan juga saat mengajar di kampus. Suasana kelas yang rileks tetapi serius cukup untuk membawa mahasiswa mengetahui hal-hal baru tanpa merasa terlalui digurui atau didikte. Bukankah semua orang adalah guru?

Juga terhadap tugas saya yang berikan. Saya mencoba membebaskan mahasiwa dalam penentuan kelompok dan tugas-tugas kuliah. Menurut saya, mahasiswa berhak mendapat porsi lebih untuk menggali potensi masing-masing. Di level pendidikan setingkat perguruan tinggi, mereka bukan lagi sebagai objek pembelajaran. Mereka harus menjadi poros dari proses belajar mereka sendiri. Merekalah aktor utamanya. Dan tugas saya hanya mengarahkan sedikit saja, sembari sesekali menanamkan nilai-nilai yang tidak mereka dapatkan di luar kelas. 

Usia saya dan mahasiswa yang tak terlalu jauh juga cukup ampuh untuk membangun kedekatan emosional dalam proses pembelajaran. Jangan ada modus diantara kita ya. Generasi saat ini yang sedang dibanjiri teknologi dan informasi yang cukup canggih sangat membantu dalam komunikasi. Beberapa tugas dan bahan-bahan tambahan pembelajaran biasa saya share di grup pesan instan. Ya, memangkas jarak kewibaan antara dosen dan mahasiswa itu wajib. Tanpa harus takut kehilangan wibawa. Toh kita sama-sama masih perlu belajar. Hanya saja, posisi saya lebih dulu mengajar dan mereka adalah mahasiswa.

Ah, sungguh indah bila pengajar-pengajar muda yang progresif banyak mengisi ruang-ruang pembelajaran di kampus. Bukan tidak mungkin, dosen-dosen yang hanya datang dan menggugurkan kewajibannya akan diganti oleh generasi yang lebih bersemangat dan berdedikasi tinggi. Tanpa lupa bahwa semakin besar angka umur seseorang semestinya lebih bijak dalam perilaku dan pemikiran. Bukan semakin tinggi jabatan semakin otoriter. Huh. 

Malam semakin larut. Ada baiknya kita menggunakan waktu istirahat sebaik mungkin untuk bekerja dan berkegiatan lebih maksimal. Bukankah esok matahari harus dijemput kembali? Semoga jodoh akan datang saat subuh kembali hadir. 

Selamat malam mblo...!