Rabu, 18 September 2013

Eva, Aila dan Rangga

Pikiran kusut.  Eva sedang memandang jauh di lantai dua asramanya. Tatapannya kosong. Tampak dahinya yang sedikit mengkerut. Matanya telah berkaca-kaca, seolah ingin menumpahkan segala keluh. Hingga akhirnya…..kaca dalam matanya pun pecah, berhamburan di atas lantai.

Tiga bulan sebelumnya

Eva, perempuan yang berparas manis dengan penampilan sederhana. Mahasiswi semester akhir yang sedang menyusun skripsi. Bab empat sedang ia garap. Kartu konsultasi dengan pembimbing pun hampir penuh. Tidak lama lagi, namanya akan sedikit bertambah panjang. Eva, S.Si
“Siapa sih yang nggak kenal dia?” Tanya Aila ke Rangga.
“Oh, mahasiswi jurusan Matematika itu? Iya tau.” jawab Rangga singkat.
“Kamu kenapa sih? Jawabnya biasa aja dong. Nggak usah ketus gitu!”
“Lho? Kok kamu yang sewot? Ini udah biasa Aila. Emang harus gimana?”
“Udah ah, kamu ga asyik.”
“Tuh kan, mulai deh. Jangan cemberut gitu dong. Mending kita ke kantin yuk!”
***
Aila dan Rangga adalah pasangan yang baru jadian. Keaktifan mereka di berbagai organisasi dan lembaga sosial membuat mereka semakin intens bertemu. Dan akhirnya, benih cinta tumbuh subur dengan sendirinya.
Meski berbeda jurusan, Aila adalah mahasiswa jurusan ekonomi, dan Rangga di jurusan Pendidikan dokter, bukan menjadi penghalang untuk menyempatkan waktu bertemu di saat istirahat atau jeda kuliah. Ya, namanya juga pasangan yang dimabuk asmara. Hampir tiap saat ingin bertemu. Begitulah kira-kira.
Aila mengenal Eva sejak tahun lalu. Mereka bertemu dan saling mengenal saat Parade Budaya dilaksanakan di kampus seberang, tak jauh dari kampus mereka. Keaktifan Eva dalam kegiatan, serta kemampuan berkomunikasi yang baik dengan organisasi-organisasi sosial yang melibatkan diri membuat Aila berdecak kagum. Apalagi saat ia menjadi pembicara pada agenda diskusi. Aila seperti menemukan wanita yang sesungguhnya. Aila sadar, penilaiannya mungkin berlebihan. Tapi setidaknya, ia yakin bahwa sosok perempuan yang ia kenal ini adalah langka. Aila mengenal Eva sebagai perempuan yang idealis, realis dan religius. Nyaris sempurna tanpa cacat. “seandainya saja…….”, lirih Aila dalam hati.
***  


“Hallo, Rangga. Ntar sore kita ke kafe baca ya. Ada diskusi tentang filsafat cinta lho.” Suara Aila dari handphone.
“SMS aja. Aku lagi kuliah” jawab Rangga singkat.
Lalu Rangga mulai mengetik ponsel pintarnya dengan sentuhan jari sejajar dengan laci meja. Sambil sesekali melihat ke papat tulis. Seolah-olah sedang serius memperhatikan dosen.
“sore ini? Aku selesai kuliah jam 4. Nanti kujemput di tempat biasa. Rangga”
“oke. Jangan lupa ya, jemput di halte dekat baruga kampus jam 4. Semangat belajar. Aila”
Dan perjalanan sore itu, pasangan muda sedang menembus angin sore kota. Skuter antik Rangga cukup ampuh melaju cepat. Maklum, jam dimana orang-orang ingin segera tiba di rumah dari kantor masing-masing.

*bersambung...